Kamis, 29 November 2018

Bisakah mengajukan gugatan cerai jika salah satu pihak tidak diketahui keberadanya


Apa yang mendasari seseorang untuk mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan ? tentunya ini adalah permasalahan pribadi dan hanya pasangan suami istri yang mengetahui, namun jauh sebelum seseorang memutuskan untuk mengajukan gugatan perceraian tentunya ada beberapa pertimbangan sebab ini bukan masalah yang sepele karena perceraian tidak mungkin terjadi begitu saja tanpa adanya permasalahan antara suami istri sebab jauh sebelum terniat untuk mengajukan perceraian mereka adalah pasangan yang saling mencintai menyanyangi satu sama lain bahkan didepan saksi mereka berjanji akan selalu menghargai dan menghormati masing-masing pasangan itulah yang disebut perkawinan, dasar perkawinan itu sendiri terjadi karena adanya perasaan saling mencintai dan menyanyangi dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia, akan tetapi seiring berjalanya waktu dan usia perkawinan yang terus bertambah gelombang cobaan dan kerikil-kerikil ujian mereka temui disini lah terkadang mulainya permasalahan yang menjerumus kearah percekcokan, pertengkaran, KDRT, datangnya orang ketiga dan lain sebagainya.
                Terkadang bagi mereka yang tidak tahan akan permasalahan rumah tangganya tanpa tanggung jawab pergi begitu saja meninggalkan pasangannya tanpa diketahui lagi keberadaannya yang pasti, di tahap inilah terkadang pasangan yang ditinggalkan mulai merasa gelisah dan bimbang harus berbuat apa. Muncul pertanyaan apakah bisa mengajukan perceraian jika pasangan tidak diketahui dan bagaimana caranya ? jawabanya adalah bisa dan mengajukan gugatannya ke kepangadilan yang mewilayahi tempat kediaman Penggugat saat ini sesuai dengan ketentuan pasal 20 ayat (2) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN. Yang berbunyi Sbb : “Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat


adapun tatacaranya hampir sama dengan mengajukan gugatan dengan alamat yang diketahui, hanya saja karena alamat yang untuk tergugat tidak diketahui maka ada yang berbeda dengan panggilan untuk tergugat yaitu menggunakan panggilan media masa, yang sering digunakan di pengadilan yaitu media masa berupa surat kabar (Koran).

Rabu, 14 November 2018

PERMASALAHAN APA SAJA YANG DIPERBOLEHKAN UNTUK MENGGUGAT CERAI ?


Perceraian adalah perbuatan yang tidak pernah kita duga dan mungkin kebanyakan orang tidak mengharapkan hal semacam itu bisa terjadi/menimpa padanya, pada dasarnya niat bercerai/pisah muncul karena akumulasi perasaan kesal seseorang yang sudah memuncak yang bermula dari pertengkaran/percekcokan kecil. Jika kita tinjau kembali menurut hukum positif dan agama tidak ada satupun dari semua itu yang menganjurkan untuk bercerai tanpa didasari dengan alasan-alsan yang mendukung.  
                belakangan ini perceraian di Indonesia menjadi fenomena baru yang semakin tahun grafiknya terus meningkat dan yang melatar belakangi itu semua berbagai macam alasan dari masalah ekonomi, adanya orang ketiga, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan lain sebagainya. Seperti yang telah di atur dalam pasal 19 PP no 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi sbb:
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan :
a.       Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b.       Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c.       Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d.       Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
e.       Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f.        Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pasal 19 PP No. 9 tahun 1975 tersebut diatas adalah alasan-alasan yang sah dan diperbolehkan untuk mengajukan gugatan perceraian, akan tetapi tidak cukup dengan alasan-alasan saja harus dibuktikan dasar alasan-alasan tersebut.
               

Kamis, 01 November 2018

cara bersikap tenang menghadapi gugatan perceraian

menghadapi adanya gugatan perceraian agar bisa bersikap tenang

Rabu, 11 April 2018

Undang-Undang Atau Peraturan Yang Penting Dalam Proses Cerai



Undang-undang atau peraturan yg digunakan dalam proses perceraian di pengadilan:
1. UU No. 1 Tahun 1974, Undang-undang Perkawinan
- Mengatur tentang perceraian secara garis besar (kurang detail krn tidak membedakan cara
perceraian agama Islam dan yg non-Islam)
- bagi yg non-Islam maka peraturan tata cerai-nya berpedoman pada UU No.1 Th 74 ini
2. Kompilasi Hukum Islam
- bagi pasangan nikah yg beragama Islam, maka dlm proses cerai peraturan yg digunakan
adalah Kompilasi Hukum Islam)
3. PP No. 9 Tahun 1975, Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Th. 74
- mengatur detail tentang pengadilan mana yg berwenang memproses perkara cerai
- mengatur detail tentang tatacara perceraian secara praktik
4. UU No. 23 Tahun 1974, Penghapusan Kekerasan Dalam RumahTangga (KDRT)
- bagi seseorang yg mengalami kekerasan/penganiyaan dalam rumah tangganya maka
kuasailah UU ini


Ingin mengajukan gugatan perceraian ataupun permasalahan hukum keluarga dan anak lainnya? Kami siap membantu Anda. Jasa Pengacara :
  • Wulandari SH, No. Telp/WhatsApp : 0877-7468-7402
  • Latief SH (Pengacara), No. Telp/WhatsApp : 0878-7872-2282

free konsultasi klik www.pengacaraperceraian.com

Selasa, 27 Maret 2018

Perceraian Menurut UU Perkawinan

PERCERAIAN MENURUT UU PERKAWINAN
Angka perceraian semakin meningkat dari waktu ke waktu. Perceraian terjadi apabila kedua belah pihak baik suami maupun istri sudah sama-sama merasakan ketidakcocokan dalam menjalani rumah tangga. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak memberikan definisi mengenai perceraian secara khusus. Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan serta penjelasannya secara kelas menyatakan bahwa perceraian dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasan-alasan yang telah ditentukan. Definisi perceraian di Pengadilan Agama itu, dilihat dari putusnya perkawinan. Putusnya perkawinan di UUP kan dijelaskan, yaitu:
  1. karena kematian
  2. karena perceraian
  3. karena putusnya pengadilan
Dengan demikian, perceraian merupakan salah satu sebab putusnya perceraian. UUP perkawinan menyebutkan adanya 16 hal penyebab perceraian. Penyebab perceraian tersebut lebih dipertegas dalam rujukan Pengadilan Agama, yaitu Kompilasi Hukum Islam (KHI), dimana yang pertama adalah melanggar hak dan kewajiban.
Dalam hukum Islam, hak cerai terletak pada suami. Oleh karena itu di Pengadilan Agama maupun pengadilan Negeri ada istilah Cerai Talak. Sedangkan putusan pengadilan sendiri ada yang disebut sebagai cerai gugat. Disinilah letak perbedaannya. Bahkan ada perkawinan yang putus karena li’an, khuluk, fasikh dan sebagainya. Putusan pengadilan ini akan ada berbagai macam produknya.
Pada penyebab perceraian, pengadilan memberikan legal formal, yaitu pemberian surat sah atas permohonan talak dari suami. Surat talak tersebut diberikan dengan mengacu pada alasan-alasan sebagaimana diatur dalam pasal 39 ayat 2, dimana salah satu pihak melanggar hak dan kewajiban. Sehingga, walaupun surat talak tersebut sah secara hukum, namun tidak ada kata kesepakatan diantara dua pihak untuk bercerai. Sebagai contoh, apabila seorang suami menjatuhkan talak satu kepada istrinya, maka talak satu yang diucapkan tersebut harus dilegalkan telebih dahulu di depan pengadilan. Karena pada dasarnya secara syar’i, talak tidak boleh diucapkan dalam keadaan emosi. Sehingga, melalui proses legalisasi di depan pengadilan, terdapat jenjang waktu bagi suami untuk merenungkan kembali talak yang telah terucap. Saat ini Pengadilan Agama memberikan sarana mediasi. Di pengadilan sekarang sudah dimulai sejak adanya Surat Edaran dari Mahkamah Agung No, 1 Tahun 2002. Seluruh hakim di Pengadilan Agama benar-benar harus mengoptimalkan lembaga mediasi tersebut.
Melalui mediasi tersebut, banyak permohonan talak yang ditolak oleh Pengadilan Agama, dengan beberapa alasan. Pertama, karena tidak sesuai dengan ketentuan UU. Kedua, mungkin dari positanya obscuur atau kabur, dan antara posita dan petitumnya bertentangan. Misalnya, istri minta cerai, tetapi dia minta nafkah juga. Sedangkan dalam alasan perceraiannya, si istri menyebutkan bahwa suaminya tidak memberi nafkah selama beberapa bulan berturut-turut.
Lembaga mediasi yang mulai dioptimalkan sejak tahun 2003, membawa banyak hasil positif. Lembaga mediasi ini selalu berpulang pada syar’i. Al-Qur’an selalu kembali pada lembaga hakam itu. Jadi, hakam dari pihak suami dan hakam dari pihak istri. Jadi, setiap perkara yang bisa diarahkan dengan menggunakan lembaga hakam dan mengarah pada syiqoq, sebisa mungkin menggunakan lembaga mediasi.
Alasan-alasan cerai yang disebutkan oleh UU Perkawinan yang pertama tentunya adalah apabila salah satu pihak berbuat yang tidak sesuai dengan syariat. Atau dalam UU dikatakan disitu, bahwa salah satu pihak berbuat zina, mabuk, berjudi, terus kemudian salah satu pihak meninggalkann pihak yang lain selama dua tahun berturut-turut. Apabila suami sudah meminta izin untuk pergi, namun tetap tidak ada kabar dalam jangka waktu yang lama, maka istri tetap dapat mengajukan permohonan cerai melalui putusan verstek. Selain itu, alasan cerai lainnya adalah apabila salah satu pihak tidak dapat menjalankan kewajibannya, misalnya karena frigid atau impoten. Alasan lain adalah apabila salah satu pihak (biasanya suami) melakukan kekejaman. Kompilasi Hukum Islam (KHI) menambahkan satu alasan lagi, yaitu apabila salah satu pihak meninggalkan agama atau murtad. Dalam hal salah stau pihak murtad, maka perkawinan tersebut tidak langsung putus. Perceraian merupakan delik aduan. Sehingga apabila salah satu pasangan tidak keberatan apabila pasangannya murtad, maka perkawinan tersebut dapat terus berlanjut. Pengadilan Agama hanya dapat memproses perceraian apabila salah satu pihak mengajukan permohonan ataupun gugatan cerai.
Tata cara pengajuan permohonan dan gugatan perceraian merujuk pada Pasal 118 HIR, yaitu bisa secara tertulis maupun secara lisan. Apabila suami mengajukan permohonan talak, maka permohonan tersebut diajukan di tempat tinggal si istri. Sedangkan apabila istri mengajukan gugatan cerai, gugatan tersebut juga diajukan ke pengadilan dimana si istri tinggal. Dalam hal ini, kaum istri memang mendapatkan kemudahan sebagaimana diatur dalam hukum Islam.
Setelah cerai, maka bagi istri berlaku masa tunggu (masa iddhah), yaitu selama tiga nulam sepuluh hari. Sedangkan bagi wanita yang sedang hamil, maka masa iddhah nya adalah sampai dia melahirkan. Masa idhah tersebut berlaku ketika putusan hakim berkekuatan hukum tetap. Sedangkan untuk kasus cerai talak, maka masa iddhah berlaku setelah permohonan talak suami dilegalkan oleh Pengadilan Agama.
Apabila masa iddhah telah lewat dan mantan suami istri ingin kembali rujuk, maka mereka pun dapat kembali rujuk, namun harus dilihat jenis talaknya terlebih dahulu. Secara umum, talak artinya adalah kembali. Terdapat dua jenis talak, yaitu talak Ba’in dan talak Raj’i. Talak Raj’i adalah talak yang diucapkan oleh suami, dan apabila ingin rujuk dalam masa iddhah, maka tidak perlu ada akad nikah baru. Cukup adanya pernyataan dari pihak suami bahwa mereka sudah rujuk. Sedangkan untuk talak Ba’in, yaitu perceraian karena diajukan oleh sang istri. Talak Ba’in terdiri atas dua jenis, yaitu Ba’in Kubro dan Ba’in sugro. Talak Ba’in Kubro dapat diupayakan rujuk, namun harus melalui penghalalan (muhalil). Sedangkan untuk Ba’in Sugro terlepas dari adanya masa masa iddhah atau tidak, tetap harus melalui akad nikah untuk rujuk dan harus melewati prosesi pernikahan sebagaimana awal menikah dulu.
Secara umum, masyarakat hanya mengenal istilah talak sebatas sebutan talak satu, talak dua dan talak tiga. Talak yang dijatuhkan oleh suami disebut sebagai cerai talak. Sedangkan talak yang diajukan oleh istri dinamakan cerai gugat. Jadi sebenarnya ada dua jenis talak. Dari kedua talak ini, akan ada beberapa produk talak. Produk Cerai talak adalah Talak Raj’i, dimana untuk rujuk tidak harus melalui akad baru. Rujuk dalam Talak Raj’i cukup hanya dengan pernyataan suami bahwa dia telah rujuk dengan sang istri. Sedangkan produk cerai gugat adalah talak Ba’in, sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Dalam Talak Bail Kubro, terdapat Li’an dan dzihar. Li’an artinya adalah sumpah seorang suami dan istri bahwa satu sama lain telah berzina. Jadi, masing-masing pihak telah siap dengan konsekuensi dan azhab dari Allah, apabila memang benar mereka berbohong.
Sedangkan dzihar adalah tindakan suami yang mempersamakan istrinya dengan ibu kandungnya. Dalam syariat sama saja dengan mencampuri ibunya. Oleh karena itu, Li’an merupakan perbuatan yang harus diceraikan dengan talak Ba’in Kubro. Dalam hal muhalil, maka si muhalil wajib kumpul dengan istrinya tanpa basa basi. Muhalil tidak boleh disertai dengan mut’ah
Dalam hal sang istri ingin mengajukan gugatan, maka hal utama yang harus dipersiapkan oleh sang istri adalah surat gugatan. Sedangkan untuk cerai talak, kurang lebih sama. Namun yang perlu dipersiapkan oleh sang suami bukan gugatan, melainkan permohonan untuk melegalkan talak yang sudah terucap.
Alasan untuk mengajukan cerai talak dan cerai gugat kurang lebih sama. Hanya saja dalam cerai talak ada satu perbedaan, yaitu seorang istri yang nusyuz, artinya seorang istri yang tidak taat kepada suami.
Timbul suatu pertanyaan, mengapa apabila yang mengajukan cerai adalah perempuan, maka perempuan harus melewati masa iddhah dan membuat akad nikah baru. Hal ini berpulang bahwa awalnya cerai talak itu adalah hak dari laki-laki dalam artian suami mohon dilegalkan perceraiannya dengan alasan-alasan yang disampaikan sesuai dengan alasan hukum dan UU.
Apabila setelah bercerai baik suami maupun istri ingin rujuk kembali, maka peristiwa hukj tersebut akan tercatat dalam lembar terakhir buku nikah. Demikian halnya apabila para pihak memiliki perjanjian pranikah, maka perjanjian tersebut akan tercatat dalam lembar terakhir buku nikah itu juga, dengan sepengetahuan instansi yang berwenang, yaitu KUA.
Dampak dari suatu perceraian selain mengenai masalah harta, juga mengenai masalah hak wali anak, yaitu bisa terhadap pemeliharaan anak atau hak hadhonah. Masalah lain yang juga cukup pelik adalah masalah pemberian nafkah, yaitu sampai kapankah suami wajib memberikan nafkah terhadap mantan istri setelah mereka bercerai? Apabila talak tersebut datang dari pihak suami, maka suami wajib menafkahi istri sampe masa iddhah nya selesai. Dalam hal talak, maka salah satu pihak dapat mengajukan tuntutan mengenai hak haddhonah dan juga mengenai harta secara bersamaan.
Permasalahan unik lainnya dalam Pengadilan Agama adalah apabila pasangan suami sitri menikah secara Islam. Namun ditengah bahtera rumah tangga, mereka pindah agama. Beberapa tahun kemudian mereka bercerai. Kembali kepada UU Perkawinan UU No.1 Tahun 1974 UU Perkawinan serta merujuk kembali pada UU NO. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, telah diatur secara lex specialis bahwa pengadilan agama menyelesaikan menerima menyelesaikan dan memeriksa serta menyelesaikan perkara-perkara khususnya tentang masalah berkaitan perceraian yang dilakukan pernikahannya secara agama Islam. Sehingga walaupun di tengah perkawinan mereka telah pindah agama dan memutuskan untuk bercerai, maka perkara perceraian tersebut diselesaikan di Pengadilan Agama sepanjang pernikahan mereka dilaksanakan secara Islam.
Banyak pasangan yang membuat perjanjian pranikah mengenai pemisahan harta. Biasanya masing-masing pihak baik istri maupun suami membuat perjanjian pranikah yang secara garis besar isinya adalah tidak adanya percampuran harta. Sehingga apabila mereka meutuskan untuk bercerai, maka baik istri maupun suami tetap berhak atas harta yang mereka peroleh selama perkawinan tanpa mengkhawatirkan adanya upaya pengambilalihan oleh pihak lain. Apabila mereka bercerai, maka perjanjian pranikah tersebut dapat langsung dieksekusi, yaitu setelah perkara percerain telah memiliki putusan yang berkekuatan hukum tetap.

 ngin mengajukan gugatan perceraian ataupun permasalahan hukum keluarga dan anak lainnya? Kami siap membantu Anda. Jasa Pengacara :
  • Wulandari SH, No. Telp/WhatsApp : 0877-7468-7402
  • Latief SH (Pengacara), No. Telp/WhatsApp : 0878-7872-2282
free konsultasi klik www.pengacaraperceraian.com

Minggu, 25 Maret 2018

Berka - Berkas atau Surat - Surat yang Wajib dipersiapkan dalam Proses Berperkara Cerai di Pengadilan

Berkas-berkas atau surat-surat yang wajib dipersiapkan dalam proses berperkara cerai di pengadilan adalah:
  1. Akta Perkawinan/Buku Nikah (asli);
  2. Akta Lahir anak-anak;
  3. Kartu Tanda Penduduk (KTP);
  4. Kartu Keluarga (KK); dan
  5. Surat gugatan cerai-nya. 
Ingin mengajukan gugatan perceraian ataupun permasalahan hukum keluarga dan anak lainnya? Kami siap membantu Anda. Jasa Pengacara :
  • Wulandari SH, No. Telp/WhatsApp : 0877-7468-7402
  • Latief SH (Pengacara), No. Telp/WhatsApp : 0878-7872-2282
free konsultasi klik www.pengacaraperceraian.com

Selasa, 20 Maret 2018

Tiga Hal yang sering terlupakan ketika Menggugat Cerai Suami

Sekitar kurang lebih dari 6000 kasus perceraian di wilayah Jakarta setiap tahunnya didominasi dengan jumlah gugatan cerai dari istri. Tercatat jumlah istri yang menggugat sekitar 4000an perkara, sedangkan sisanya adalah gugatan cerai dari sang suami.
Penyebab diajukannya gugatan pun beragam. Ada yang karena permasalahan ekonomi seperti terlilit hutang dan tidak terpenuhinya nafkah hidup keluarga, ada juga yang disebabkan dari kehadiran pihak ketiga yang menyebabkan keluarga sudah tak harmonis seperti dahulu.
Akan tetapi, dari sekian banyaknya wanita yang mengajukan gugatan perceraian sendiri dan tidak melakukan konsultasi dengan Pengacara yang piawai dalam hukum keluarga ditemukan fakta bahwa gugatan diajukan seadanya saja. Isinya cenderung menumpahkan emosi dan amarahnya. Oleh karenanya, gugatan yang diajukan kurang memperhatikan hak lainnya seperti yang sudah diatur dalam hukum keluarga yang berlaku di Indonesia.
Adapun hal – hal yang sangat sering terlupa dan merupakan kesalahan fatal antara lain:
    1. Permasalahan Tentang Anak, baik itu Tentang Pemeliharaan Anak maupun Nafkah Anak sampai Dewasa.Ini yang paling sering terjadi. Perasaan seorang istri yang masih diliputi emosi terhadap suaminya hanya berpikir untuk segera bercerai dengan suaminya. Ia tak terpikir untuk menuntut hak asuh anak dan nafkah anak. Masalah baru terungkap di kemudian hari setelah bercerai ketika ia bingung bagaimana meminta pertanggungjawaban mantan suami dalam hal nafkah anak.
    2. Permasalahan Tentang Nafkah Mantan Istri.Walaupun banyak mantan istri yang tidak ingin bergantung lagi pada mantan suami, namun perlu dipahami bahwa nafkah bagi mantan istri ini adalah hak yang diberikan oleh UU Perkawinan. Dalam Pasal 41 huruf c disebutkan bahwa hakim dapat menentukan jumlah nafkah bagi mantan istri.
    3. Permasalahan Mengenai Pembagian Harta Bersama (Gono-Gini)Jika sejak awal memiliki perjanjian perkawinan, masalah pembagian harta bersama tidak menjadi kendala. Tapi pembagiannya akan sedikit lebih sulit jika tidak ada perjanjian perkawinan.
Dengan tidak memperhatikan tiga masalah di atas ketika melakukan gugatan perceraian merupakan kesalahan yang sangat fatal, penyesalan lah yang akan dating di kemudian hari. Agar tidak menyesal, sebaiknya konsultasikan dulu masalah Anda dengan pengacara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang hukum keluarga.
Ingin mengajukan gugatan perceraian ataupun permasalahan hukum keluarga dan anak lainnya? Kami siap membantu Anda. Jasa Pengacara :
  • Wulandari SH, No. Telp/WhatsApp : 0877-7468-7402
  • Latief SH (Pengacara), No. Telp/WhatsApp : 0878-7872-2282
free konsultasi klik www.pengacaraperceraian.com

Senin, 19 Maret 2018

Definisi Perceraian

Definisi Perceraian

Perceraian merupakan bagian dari perkawinan. Karena itu perceraian senantiasa diatur oleh hukum perkawinan. Hukum perkawinan di Indonesia tidak hanya satu macam, tetapi berlaku berbagai peraturan hukum perkawinan untuk pelbagai golongan warga negara dan untuk pelbagai daerah. Hal ini disebabkan oleh ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang telah membagi golongan penduduk Indonesia menjadi tiga golongan, yaitu : golongan Eropa, golongan Timur Asing, dan golongan Indonesia Asli (Bumiputera).
Perceraian hanya dapat terjadi apabila dilakukan di depan pengadilan, baik itu suami karena suami yang telah menjatuhkan cerai (thalaq), ataupun karena istri yang menggugat cerai atau memohonkan hak talak sebab sighat taklik talak. Meskipun dalam ajaran agama Islam, perceraian telah dianggap sah apabila diucapkan seketika itu oleh si suami, namun harus tetap dilakukan di depan pengadilan. Tujuannya untuk melindungi segala hak dan kewajiban yang timbul sebagai dari akibat hukum atsa perceraian tersebut.Budi Susilo, Prosedur Gugatan Cerai, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2007,
Di mata hukum, perceraian tentu tidak bisa terjadi begitu saja. Artinya, harus ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh hukum untuk melakukan sebuah perceraian. Itu sangat mendasar, terutama bagi pengadilan yang notabene berwenang memutuskan, apakah sebuah perceraian layak atau tidak untuk dilaksanakan. Termasuk segala keputusan yang menyangkut konsekuensi terjadinya perceraian, juga sangat ditentukan oleh alasan melakukan perceraian. Misalnya soal hak asuh anak, serta pembagian harta gono-gini.
Perceraian adalah hal yang tidak diperbolehkan baik dalam pandangan Agama maupun dalam lingkup Hukum Positif. Agama menilai bahwa perceraian adalah hal terburuk yang terjadi dalam hubungan rumah tangga. Namun demikian, Agama tetap memberikan keleluasaan kepada setiap pemeluk Agama untuk menentukan jalan islah atau terbaik bagi siapa saja yang memiliki permasalahan dalam rumah tangga, sampai pada akhirnya terjadi perceraian. Hukum Positif menilai bahwa perceraian adalah perkara yang sah apabila memenuhi unsur-unsur cerai, diantaranya karna terjadinya perselisihan yang menimbulkan percek-cokan yang sulit untuk dihentikan, atau karna tidak berdayanya seorang suami untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga. 
Secara garis besar, prosedur gugatan perceraian dibagi kedalam 2 (dua) jenis, tergantung pihak mana yang mengajukan gugatannya. Pertama, gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri (disebut gugat cerai). Kemudian dalam mengajukan gugatan percearaian, yang juga harus diperhatikan adalah pengadilan mana yang berwenang untuk menerima gugatan tersebut, untuk selanjutnya memeriksa perkara perceraian yang diajukan, berdasarkan kompetensi absolutnya (peradilan umum atau peradilan agama).
Umumnya proses pengajuan gugatan perceraian ditempuh melalui sejumlah tahapan, yaitu sebagai berikut :
  1. Mengajukan permohonan atau gugatan perceraian.
  2. Pengadilan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari setelah permohonan tersebut diajukan, harus memanggil pasangan suami-istri terkait untuk dimintai penjelasan atas alasan gugatan perceraian yang diajukan. Namun sebelumnya, pengadilan harus mengupayakan jalan perdamaian.
  3. Proses persidangan mulai dari pengajuan gugatan sampai dengan putusan.
  4. Tahap eksekusi.
Jasa Pengacara :
  • Wulandari SH, No. Telp/WhatsApp : 0877-7468-7402
  • Latief SH (Pengacara), No. Telp/WhatsApp : 0878-7872-2282
free konsultasi klik www.pengacaraperceraian.com

Senin, 05 Maret 2018

Pengajuan Gugatan Perceraian


Pengajuan Gugatan Perceraian
Gugatan perceraian, menurut Pasal 20 PP No. 9 Tahun 1975, diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya melliputi tempat kediaman tergugat. Dalam hal tempat kediaman tergugat tida jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengaddilan Negeri ditempat kediaman penggugat. Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan Negeri menyampaikan gugatan tersebut kepada tergugat  melalui perwakilan Republik Indonesia setempat.
     Dalam hal guagatan perceraian karena alasan satu diantara dua pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya, maka gugatan perceraian, menurut Pasal 21 PP No. 9 Tahun 1975, diajukan ke Pengadilan Negeri di tempat kediaman tergugat. Gugatan dapat diterima jika tergugat menyatakan atau menunjukan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama.
    Dalam hal gugatan perceraian karena alasan antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, maka gugatan perceraian, menurut Pasal 22 PP No. 9 Tahun 1975, diajukan ke Pengadilan Negeri di tempat kediaman tergugat. Gugatan ini dapat diterima jika telah cukup jelas bagi Pengadilan Negeri mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga, serta orang-orang yang dekat dengan suamidan istri itu.
    Dalam hal gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami atau istri mendapat hukuman 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung, menurut Pasal 23 PP No. 9 Tahun 1975, memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum tetap.


Jasa Pengacara :
  • Wulandari SH, No. Telp/WhatsApp : 0877-7468-7402
  • Latief SH (Pengacara), No. Telp/WhatsApp : 0878-7872-2282
free konsultasi klik www.pengacaraperceraian.com

Minggu, 04 Maret 2018

Cerai Gugat

Cerai gugat adalah pemecahan perkawinan atau perceraian yang diajukan oleh pihak istri. Dalam Pasal 73 ayat 1 telah menetapkan secara permanen bahwa dalam perkara cerai gugat, yang bertindak sebagai penggugat adalah istri. Pada pihak lain, suami ditempatkan sebagai tergugat. Dengan demikian masing-masing mempunyai jalur tertentu dalam upaya menuntut perceraian. Jalur suami melalui upaya cerai talak dan jalur istri melalui cerai gugat.


Gugatan perceraian dapat dilakukan oleh seorang istri yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam dan oleh seorang suami atau seorang istri yang melangsungkanperkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 40 UUP, tata carapemeriksaan cerai gugat telah ditentukan dan diatur lebihlanjut dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 36 PeraturanPemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Sementara itu tata cara pemeriksaan cerai gugat yang diajukan kepada Pengadilan Agama diatur lebih lanjut dalam Pasal 73 sampai dengan Pasal 86 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 dan Pasal 132 sampai Pasal 148 Kompilasi HukumIslam.

Kalau upaya cerai gugat dihubungkan dengan tata tertibberacara yang diatur dalam hukum acara, cerai gugat benarbenar murni bersifat contentinosa. Ada sengketa yakni sengketa perkawinan yang menyangkut perceraian. Terlepas dari penegasan yang menyatakan cerai gugat bersifat contentinosa dan bersifat contradiktoir, namun dalam cerai gugat yang berbentuk khuluk, penyelesain hukumnya akan diakhiri dengan tata cara cerai talak. Seolah-olah kedua bentuk upaya perceraian bertemu. Prosesnya mula-mula mengikuti tata cara cerai gugat, tetapi penyelesaianya diakhiridengan tata cara cerai talak.

Perkara yang mengandung sengketa antara suami sebagai tergugat dengan istri sebagai penggugat, maka ketentuan yang diperbolehkan hukum acara dalam perkara secara partai,berlaku sepenuhnya dalam formulasi gugatan perceraian.


Dalam perkara cerai gugat maka gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraianataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.


Jasa Pengacara :
  • Wulandari SH, No. Telp/WhatsApp : 0877-7468-7402
  • Latief SH (Pengacara), No. Telp/WhatsApp : 0878-7872-2282
free konsultasi klik www.pengacaraperceraian.com